kawasiglobal.id Ternate, 21 April 2025 – Kebijakan Gubernur Maluku Utara dalam menyalurkan Dana Bagi Hasil (DBH) kepada dua kabupaten, yakni Halmahera Utara dan Halmahera Barat, menuai kritik dari berbagai kalangan. Dana yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp9 miliar untuk Halut dan Rp10 miliar untuk Halbar itu disebut digunakan untuk menutup tunggakan pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
Kebijakan ini dianggap tidak adil dan terkesan diskriminatif terhadap kabupaten lainnya di Provinsi Maluku Utara. Senator DPD RI asal Maluku Utara, Hasby Yusuf, termasuk salah satu pihak yang melayangkan kritik tajam kepada Gubernur atas penyaluran DBH tersebut.
Kritik serupa disampaikan oleh Kabid Bidang Litbang HMI BADKO Maluku Utara Asyudin Lamasiha, yang juga mantan Presiden Mahasiswa Universitas Khairun Ternate. Ia menilai, kebijakan yang diambil oleh Gubernur terkesan mengabaikan prinsip keadilan fiskal antar daerah.
“Dana Bagi Hasil (DBH) yang merupakan bagian dari Dana Transfer ke Daerah (TKD), semestinya mencerminkan keadilan dan perimbangan keuangan daerah. Mengapa hanya Halut dan Halbar yang diprioritaskan? Apakah kabupaten lain tidak memiliki kebutuhan mendesak yang juga dapat dibiayai dari DBH?” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa DBH bertujuan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dan mengurangi ketimpangan fiskal antar wilayah.
“Jika alasan pemenuhan BPJS menjadi prioritas Halut dan Halbar, maka harus ada forum koordinasi lintas daerah yang menyepakati prioritas itu. Tidak bisa sepihak. Apalagi jika daerah penghasil bukan hanya dua kabupaten tersebut,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan Kepala BPKAD Maluku Utara yang menyebut bahwa penyaluran DBH dilakukan dengan mempertimbangkan hasil audit internal dan kemampuan keuangan daerah, Kabid Litbang HMI BADKO mempertanyakan dasar dan indikator yang digunakan.
“Apa yang dimaksud dengan hasil audit dan kemampuan keuangan daerah? Bukankah alokasi Dana Transfer Umum (DTU) termasuk DBH sudah ditetapkan pemerintah pusat setiap tahun untuk masing-masing daerah? Hal ini perlu dijelaskan secara transparan,” tuturnya.
Ia juga memaparkan rincian alokasi DBH tahun 2025 yang telah ditentukan pusat, dengan total DBH Provinsi Maluku Utara mencapai lebih dari Rp3,1 triliun. Dari jumlah itu, sebagian besar telah dialokasikan ke kabupaten/kota, termasuk Halmahera Tengah (Rp755,88 miliar), Halmahera Timur (Rp623,87 miliar), Halmahera Selatan (Rp463,19 miliar), hingga Pulau Taliabu (Rp82,68 miliar).
Menurutnya, alokasi sebesar itu harus digunakan secara tepat sasaran, adil, dan transparan, serta diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, dan pengembangan sumber daya manusia di masing-masing daerah.
“Jangan sampai kebijakan penyaluran DBH justru menimbulkan kecemburuan antar daerah. Prinsip desentralisasi harus dijaga agar tidak ada kesan pilih kasih dalam tata kelola fiskal daerah,” tutupnya. (red)