Pancasila yang hilang di lahan Maluku Utara

Setiap tanggal 1 Juni seluruh rakyat Indonesia memperingati lahirnya Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa seraya bermunajat memanjatkan doa di ikuti dengan upacara bendera sebagai tanda bahwa melaksanakan upacara bendera adalah bentuk ekspresi nyata memperingati lahirnya Pancasila.

Namun, dibalik kemeriahan memperingati lahirnya Pancasila terdapat pertanyaan besar yang menggelisahkan bagi seluruh rakyat Indonesia : sejauh mana nyala api Pancasila khususnya alinial ke – 4 yang menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah mufakat untuk benar-benar dapat menyelesaikan konflik lahan di Halmahera Selatan dan Halmahera Timur?

Hadirnya proyek strategis nasional (PSN) yang di canangkan presiden hari ini menjadi pintu masuk besar-besaran perampasan ruang hidup yang mengorbankan masyarakat tanpa mempertimbangkan nilai-nilai Pancasila khusus alinial ke 4 (Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan). Pertambangan yang ada di Maluku Utara serta menyebar di beberapa kabupaten kota sampai hari ini konflik lahan tak kunjung selesai.

Konflik agraria yang melibatkan proyek pertambangan, perkebunan di wilayah Maluku Utara terkhusus Halmahera Selatan dan Halmahera Timur ini tidak hanya mengorbankan hak masyarakat adat, tetapi juga membongkar paradoks demokrasi musyawarah yang hanya menjadi simbol belaka.

Kenyataan yang parah dan mengkhawatirkan itu dapat kita lihat bersama dalam beberapa kasus yang hari ini cukup menggemparkan rasa kemanusian terutama mematikan pandangan hidup masyarakat Maluku Utara yang memegang teguh sikap saling mendengarkan satu sama lain.

Ketika masyarakat bersuara mereka dibungkam dan di intimidasi tanpa ada rasa kemanusiaan. Dari beberapa kasus yang terjadi di Maluku Utara menandakan bahwa Pancasila hanya menjadi simbol semata yang tidak perlu di pakai sebagai dasar falsafah bernegara, buktinya isi yang terkandung dalam Pancasila yang seharusnya dan wajib di pakai dalam proses menyelesaikan berbagai macam masalah khususnya masalah lahan untuk mencari jalan keluar serta solusi yang tepat bagi masyarakat yang telah di amanatkan Pancasila di alinial ke 4 yakni Musyawarah mufakat ini menjadi landasan Utama agar terhubung langsung dengan masyarakat.

Untuk menjahit kembali konflik lahan di Maluku Utara solusinya harus di mulai dari restorasi hak musyawarah masyarakat adat sebagai jantung Pancasila alinial ke 4 serta amanat UUD Dasar 1945.

Bung Karno menyatakan, “Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, – tetapi ‘semua buat semua’.”(red)