kawasiglobal.id HALSEL – Praktisi hukum Meidi Noldi Kurama meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Selatan untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan Dana Ketahanan Pangan Desa Jojame, Kecamatan Bacan Barat Utara, tahun anggaran 2024.
Dana yang bersumber dari alokasi Dana Desa ini diduga telah digelapkan oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa Ismail Ibrahim dan Bendahara Desa, Sudarmanto Meng, dengan nilai lebih dari Rp40 juta.
Dalam keterangannya kepada kawasiglobal.id pada Rabu (19/3/2025), Noldi menyampaikan bahwa laporan dari masyarakat Desa Jojame mengindikasikan adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan dana tersebut.
Menurut informasi yang diterimanya, anggaran ketahanan pangan desa sebesar Rp180 juta telah dikelola oleh dua Pj Kepala Desa secara terpisah.
Rp.100 juta telah digunakan oleh mantan Pj Kepala Desa Jojame, Rinto Ladjima. Rp.80 juta tersisa dikelola oleh Pj Kades saat ini, Ismail Ibrahim, bersama Bendahara Desa. Dari sisa anggaran tersebut, sekitar Rp.30 juta lebih telah digunakan untuk membeli 200 sak beras (10 kg per sak) yang kemudian dibagikan kepada masyarakat Jojame pada November 2024. Namun, ketika masyarakat meminta transparansi mengenai sisa dana Rp.40 juta lebih, Pj Kades dan Bendahara tidak dapat memberikan laporan yang jelas.
“Masyarakat sudah meminta agar sisa dana tersebut dihadirkan di hadapan mereka, namun Pj Kades dan Bendahara tidak menyanggupi, diduga karena dana tersebut telah digunakan untuk kepentingan lain,“ujar Noldi.
Lebih lanjut, Noldi mengungkapkan bahwa Pj Kades dan Bendahara sempat berjanji akan menggunakan sisa dana Rp.40 juta untuk membeli beras dan mendistribusikannya kepada masyarakat pada 31 Desember 2024. Namun hingga saat ini, janji tersebut belum direalisasikan.
“Kasihan masyarakat, mereka dijanjikan beras, tapi sampai sekarang tidak ada. Sementara Pj Kades dan Bendahara justru memilih diam dan menetap di Labuha, tidak kembali ke desa sejak Desember 2024,” tegasnya.
Atas dasar ini, Noldi meminta Kejaksaan Negeri Halsel untuk melakukan investigasi terhadap dugaan penggelapan dana tersebut dan menelusuri aliran dana Rp40 juta yang hingga kini tidak jelas penggunaannya.
“Kejari Halsel sebagai lembaga penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk menangani kasus ini. Tidak ada batasan spesifik bagi Kejari dalam menangani dugaan penyalahgunaan Dana Desa,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa jika kasus ini hanya ditangani oleh Inspektorat, maka dikhawatirkan tidak akan ada transparansi dalam hasil audit.
“Kami ragu dengan independensi Inspektorat, sebab ada indikasi bahwa Pj Kades dan Bendahara mendapat perlindungan dari salah satu orang dekat Bupati Bassam Kasuba,” ungkapnya.
Lebih jauh, Noldi menekankan bahwa persoalan ini bukan sekadar soal besaran nominal yang diduga digelapkan, tetapi lebih kepada sistem pengelolaan keuangan desa yang bermasalah dan tanggung jawab hukum yang harus ditegakkan.
“Informasi yang saya peroleh menyebutkan bahwa dana Rp.40 juta itu diduga mengalir ke salah satu orang dekat Bupati yang mengatur Pj Kades dan Bendahara. Jika benar demikian, maka kasus ini harus menjadi perhatian serius bagi Polres dan Kejari Halsel,” tegasnya.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum segera menindaklanjuti kasus ini guna memastikan transparansi dalam pengelolaan dana desa serta mencegah potensi penyalahgunaan dana publik di masa mendatang. (ay/red)