Tuturfakta Soroti Kasus Riski Jouronga, Kuasa Hukum Klarifikasi Unsur Pidana dalam Ujaran

kawasiglobal.id HALSEL 21 Maret 2025 — Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat aktivis Riski Jouronga terus bergulir. Laporan terhadap Riski telah diterima oleh Polres Halmahera Selatan setelah video dirinya yang berisi ujaran kasar terhadap seorang warga Desa Kawasi tersebar di media sosial. Video tersebut memperlihatkan Riski mengarahkan kamera ke seorang perempuan, istri dari Abiater Dowet, sambil mengucapkan kalimat yang dinilai menghina.

Pihak kepolisian telah memanggil Riski untuk menjalani pemeriksaan pada keesokan hari setelah laporan masuk, serta melakukan pemanggilan lanjutan sembilan hari kemudian. Upaya mediasi sempat difasilitasi oleh kepolisian, namun ditolak oleh pihak terlapor.

Isu ini kembali menjadi sorotan publik setelah media Tuturfakta memuat artikel berjudul “Warga Kawasi Dikriminalisasi Usai Demo Minta Keadilan atas Listrik ke Harita Nickel” pada 20 April 2025. Dalam artikel tersebut, tindakan hukum terhadap Riski dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pembela lingkungan.

Ahmad, dari Koalisi Pengacara Peduli Lingkungan Maluku Utara, menyebut bahwa Riski tengah memperjuangkan hak warga yang menolak relokasi paksa oleh perusahaan tambang, dan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak konstitusional yang tidak boleh dibatasi secara sewenang-wenang.

“Penggunaan pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE terhadap seorang pembela lingkungan bisa menjadi bentuk represi yang memperburuk pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Ahmad.

Hal senada disampaikan Mubalik Tomagola, aktivis Walhi Maluku Utara, yang menilai ekspresi Riski adalah bentuk perlawanan terhadap tekanan dari struktur kekuasaan dan perusahaan. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut semestinya dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005.

Menanggapi pemberitaan tersebut, kuasa hukum pelapor, Safri Nyong, S.H., menegaskan bahwa laporan yang diajukan tidak berkaitan dengan aksi demonstrasi bertajuk “Harita Gemerlap, Kawasi Gelap” yang digelar pada 17 Maret 2025. Ia menekankan bahwa laporan tersebut murni menyangkut ujaran pribadi Riski dalam video yang dianggap merendahkan martabat seseorang.

Ini bukan soal aksi demo atau pembungkaman aktivisme. Ini soal penghinaan yang terang-terangan dilakukan di ruang publik. Kebebasan berekspresi tidak sama dengan kebebasan untuk menghina orang lain,” tegas Safri.

Ia juga menambahkan bahwa proses hukum ini adalah bagian dari upaya memberikan keadilan kepada korban. “Negara hukum hadir untuk melindungi martabat setiap warga negara. Kami berharap proses ini segera diselesaikan agar ada kepastian hukum bagi semua pihak,” ujarnya. (red)